ALMI (Akademi Ilmuwan Muda Indonesia), USC (University of Southern California), dan UKI (Universitas Kristen Indonesia) pada 26 dan 27 Juli 2025 menyelenggarakan lokakarya AI bagi para dosen dan peneliti perguruan tinggi tanah air di Jakarta. Disebut dengan “Advancing AI Capacity in Indonesian Universities: A Collaborative Workshop for Faculty Members”, pelatihan AI (artificial intelligence) ini ditujukan untuk membangun komunitas AI yang diharapkan nantinya bisa mendorong literasi AI di perguruan-perguruan tinggi Indonesia. Dengannya, Indonesia diyakini bisa lebih siap menghadapi proliferasi AI.
“Jadi, ide ini, kita semua sudah tahu, AI adalah teknologi baru. Dia akan menyebar ke setiap negara, dan hal itu terus berkembang cep, makin besar dan makin cepat, seperti gelombang raksasa, oke? Tidak ada negara yang bisa menghindarinya, oke? Teknologi ini sangat kuat, oke? Tantangannya adalah, bagaimana kita bisa mendidik masyarakat kita secara efektif agar bisa mengintegrasikan teknologi ini dengan sukses, efisien, dan aman di setiap negara,” sebut Glenn Melnick (Professor, University of Southern California). “Jadi itu, ini baru permulaan, ya, dari proses tersebut. Kami berusaha membangun jaringan profesor [dosen].”
“Jadi sebenarnya ada dua misi yang kita coba capai dengan acara ini. Jadi, sebagai satu inisiator gitu ya, untuk meng-equip dosen-dosen kita atau peneliti-peneliti kita itu supaya aware dan punya pengetahuan dasar yang harapannya bisa dikembangkan lebih lanjut mengenai AI itu sendiri,” ujar Pramudita Satria Palar (Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia dan Assistant Professor, Institut Teknologi Bandung). “Kemudian juga, jadi sebenarnya targetnya dua. Satu itu dosen, yang nanti bisa menyebarkan spirit itu ke mahasiswa, dan yang kedua tadi mahasiswa itu sendiri sebenarnya.”
Menurut Bank Dunia, PDB Indonesia pada tahun 2024 adalah sekitar US$1,4 triliun. Sementara baru-baru ini sejumlah pihak memberitakan kapitalisasi pasar NVIDIA, didorong oleh cip-cip AI-nya, melebihi US$4 triliun. Selain itu, belanja AI di dunia pun terus meningkat. UBS belum lama memperkirakan belanja modal AI global akan bertumbuh sekitar 60% pada tahun 2025 ini menjadi sekitar US$360 miliar. UBS juga memperkirakan belanja modal AI global akan bertumbuh sekitar 33% pada tahun 2026 mendatang menjadi sekitar US$480 miliar.
Begitu pula dengan banyaknya pemberitaan akan berkurangnya tenaga kerja manusia suatu perusahaan—terkena pemutusan hubungan kerja—karena perusahaan bersangkutan menggunakan AI yang meningkatkan produktivitas dan efisiensi. AI yang dimaksud juga membuat orang-orang yang memiliki keterampilan AI akan unggul dari orang-orang dengan kemampuan setara yang minus keterampilan AI. Selain itu, sebagian pihak menyebutkan AI membuka jenis-jenis pekerjaan baru yang membutuhkan tenaga kerja manusia. Dengan kata lain, literasi AI adalah penting agar tidak tertinggal pada era AI. Begitu juga dengan Indonesia.
Komunitas Intelektual untuk Dorong Literasi AI

Lokakarya Advancing AI Capacity in Indonesian Universities: A Collaborative Workshop for Faculty Members yang diselenggarakan ALMI, USC, dan UKI bertujuan untuk meningkatkan literasi AI para dosen dan peneliti perguruan tinggi Indonesia agar bisa memanfaatkan AI secara baik dan benar. Bersifat gratis serta berlangsung secara luring di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan secara daring, lokakarya ini berfokus pada penjelasan mengenai apa itu AI serta pemanfaatan AI.
Penjelasan mengenai apa itu AI adalah seperti pengenalan akan ML (machine learning), pengenalan akan neural network, serta pembahasan mengenai LLM (large language model) dan transformer. Sementara pemanfaatan AI, tentunya yang sesuai dengan para dosen dan peneliti yang dimaksud, adalah seperti pengadopsian AI ke dalam metodologi pengajaran, penggunaan AI untuk riset dan penulisan makalah, serta pemanfaatan AI dalam aplikasi-aplikasi ilmu pengetahuan.
ALMI, USC, dan UKI berharap ilmu yang diperoleh para dosen dan peneliti perguruan tinggi tanah air pada lokakarya ini bisa dikembangkan lebih lanjut oleh para dosen dan peneliti tersebut. Berasal dari beberapa fakultas, mereka pun diharapkan membentuk komunitas intelektual yang sepakat bahwa para mahasiswa dan masyarakat Indonesia perlu dipersiapkan menghadapi AI sehingga memiliki literasi AI dan bisa memanfaatkan AI secara baik dan benar. ALMI, USC, dan UKI juga berharap para dosen yang menjadi peserta bisa menerapkan pengetahuan yang diperolah pada kelas-kelasnya.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia; terdapat 4.416 perguruan tinggi, 303.067 dosen, dan 9.967.487 mahasiswa di tanah air pada tahun 2024. Jumlah peserta Advancing AI Capacity in Indonesian Universities: A Collaborative Workshop for Faculty Members sendiri secara total (luring dan daring) adalah tidak sampai dua ratus. Tentunya masih sangat kecil dibandingkan level Indonesia. Ke depannya ALMI, USC, dan UKI berkeinginan untuk menghadirkan lokakarya AI secara daring dan reguler untuk menjaring lebih banyak peserta.
“Jadi, idenya adalah kita sedang mengumpulkan sebuah kumpulan inti dari para dosen untuk membangun sebuah komunitas, ya, dan kita akan mengembangkan kelompok ini. Jadi, kita akan mengadakan pelatihan daring tahun ini di internet. Beberapa dari para dosen yang ada di ruangan itu sekarang akan melatih para dosen lain di Indonesia, ya. Jadi, kita sedang membangun sebuah komunitas, ya, komunitas intelektual di seputar AI,” pungkas Glenn Melnick.